Naib Mudir Ma’had Aly MUDI, Dr. Tgk. Helmi Imran, MA kerap disapa Aba Nisam baru saja selesai mengikuti sidang terbuka pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Selasa, (27/12/22).
Kegiatan ini merupakan tahap paling terakhir perjalanan akademiknya pada Program Doktor studi Fiqh Modern di instansi ini.
Naib Mudir MA MUDI juga anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) itu kini resmi menyandang gelar Doktor setelah berhasil mempertahankan isi disertasinya berjudul “Dinamika Fikih Mazhab Syafi’i (Analisis terhadap Penyebab Lahirnya Pendapat Ikhtiyarat al-Nawawi dan Relevansinya dengan Pengembangan Fikih).”
Disertasi yang dipromotori oleh Prof. Dr. Al Yasa Abubakar, MA dan Dr. Tarmizi M Jakfar, M.Ag itu menyorot alasan al- Nawawi melahirkan pendapat ikhtiyarat, pengaruh kelahiran pendapat ikhtiyarat al-Nawawi terhadap perkembangan fikih Syafi’iyyah periode berikutnya dan relevansi kelahiran pendapat ikhtiyarat al-Nawawi dengan pengembangan fikih masa kini.
Penelitian pada judul di atas dilakukan berupa kajian kepustakaan (library research) dengan jenis data kualitatif bersifat deskriptif-analitis dengan pendekatan normatif-historis.
Pada rangkaian sidang, berbagai pertanyaan diajukan oleh penguji dapat dijawab dengan baik dan bijak. Pengalaman promotor mengungkap bahwa kehadiran disertasi ini sudah melalui upaya cukup baik dalam menganalisis kajian yang dilakukan.
Disertasi ini berangkat dari realita historis mazhab Syafi’i bahwa eksistensi al-Nawawi adalah pengikut al-Syafi’i seharusnya menjadikan dirinya memiliki kesamaan dengan al-Syafi’i dalam menetapkan hukum fikih dan cara penalarannya. Kenyataan yang terjadi justeru sebaliknya, di mana al-Nawawi mempunyai beberapa pendapat pilihan yang dikenal dengan istilah khtiyarat, yang berbeda dari pendapat al-Syafi’i dan mayoritas ulama pengikutnya.
Disertasi menjawab bahwa alasan al-Nawawi melahirkan pendapat Ikhtiyarat karena penemuan dalil yang lebih kuat dan cara pandang yang lebih tepat, sesuai dengan kaidah-kaidah ijtihad mazhab Syafi’i serta konsisten pada penerapannya. Indikasi kepada kesimpulan ini dapat dilihat dari beberapa hal: (1) ditinjau dari segi kedudukan dalil yang digunakan sebagai sumber hukum, yang terlihat lebih memenuhi standar prinsip pokok mazhab Syafi’i. (2) ditinjau dari segi penerapan metode lughawiyyah dan ta’liliyyah dalam memahami dalil, yang terlihat lebih konsisten dan taat asas. (3) ditinjau dari segi penggunaan prinsip istinbat yang lebih mengutamakan makna zahir nas dengan mempertimbangkan konsep al-taisir dan maqasid al-syari’ah.
Kedua, kelahiran pendapat Ikhtiyarat al-Nawawi telah membawa pengaruh besar terhadap perkembangan fikih Syafi’iyyah periode berikutnya. Indikasi kepada kesimpulan ini dapat dilihat dari beberapa hal: (1) Perubahan peta pemikiran mazhab Syafi’i dengan memandang bahwa Ikhtiyarat al- Nawawi yang disebutkan dalam kitab Raudat al-Talibin sebagai pendapat kuat dalam mazhab. (2) Pengayaan khazanah keilmuan mazhab Syafi’i dengan berlangsungnya berbagai kajian terkait inovasi al-Nawawi. (3) Pengesahan pendapat pegangan mazhab Syafi’i dengan menetapkan pendapat al-Nawawi sebagai rujukan utama dalam perihal khilafiyah. (4) Perumusan ketentuan baru berupa urutan kitab al- Nawawi yang dijadikan sandaran dalam kegiatan fatwa hukum.
Ketiga. Relevansi kelahiran pendapat ikhtiyarat al-Nawawi dengan pengembangan fikih masa kini dapat dilihat dari beberapa hal: (1) Membuka ruang bagi pemahaman baru dalam fikih. Hal ini tergambarkan dari sikap al-Nawawi yang siap berbeda pendapat dengan melawan arus ulama mazhabnya dalam melahirkan ikhtiyarat karena pertimbangan dalil yang lebih kuat atau metode yang lebih tepat. (2) Keterbukaan terhadap perkara baru. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya gagasan al-Nawawi oleh ulama periode berikutnya setelah melakukan kajian yang mendalam. (3) Lahirnya kemudahan dalam pengamalan hukum. Hal ini dibuktikan dengan adanya sebagian ikhtiyarat al-Nawawi yang dalam penalarannya mempertimbangkan konsep al-taisir. (4) Kepekaan terhadap kondisi sosial. Hal ini dibuktikan dengan perhatian al-Nawawi dalam melahirkan sebagian ikhtiyarat kepada aspek kebutuhan manusia. (5) Penguatan toleransi dalam perbedaan pendapat. Hal ini dibuktikan dengan sikap al-Nawawi yang menghormati pendapat yang disebut masyhur dalam mazhab dan sikap ulama sesudah al-Nawawi yang menghormati temuan al-Nawawi.
Pada akhir rangkaian sidang, Aba Helmi menghaturkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dan terlibat dalam perjalanan studinya hingga jenjang ini mulai dari guru, orangtua, rekan dan seluruh pelajar setia bersama Aba. Suasana sempat dibalut rasa haru yang terasa bagi puluhan hadirin yang memadati ruangan sidang.